Isu darurat minuman keras (miras) di wilayah DI Yogyakarta menggema sejak beberapa waktu lalu hingga ormas keagamaan mengeluarkan sikap.
Belakangan, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X (HB X) pun mengeluarkan sikapnya. Raja Keraton Yogyakarta itu mengeluarkan titah untuk menekan persoalan ‘Jogja Darurat Miras’.
Rabu (30/10), Sultan HB menerbitkan instruksi agar para kepala daerah di provinsinya mengawasi ketat penjualannya.
Genderang penolakan miras sudah ditabuh ormas keagamaan seperti Muhammadiyah serta Forum Ukhuwah Islamiah (FUI) DIY sejak beberapa waktu sebelum instruksi gubernur (ingub) itu terbit. Mereka kompak meminta langkah kongkret pemerintah menghentikan peredaran minuman beralkohol yang dianggap sudah tak terkendali.
Kala gelombang penolakan terhadap miras belum juga surut, kasus penusukan dan penganiayaan terhadap dua orang santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Bantul terjadi di Jalan Parangtritis, Brontokusuman, Mergangsan, Kota Yogyakarta, Rabu (23/10) malam. Aksi para pelaku yang kemudian diketahui sedang dalam pengaruh minuman keras itu pun berbuah Mapolda DIY digeruduk para santri dari berbagai elemen pada Selasa (28/10) lalu.
Bersama rombongan mahasiswa, Banser, Pagar Nusa, Fatayat, Ansor, dan pejabat PWNU DIY, mereka mendesak polisi mengusut tuntas kasus penusukan dan penganiayaan santri di Brontokusuman, sekaligus meminta langkah tegas kepolisian terhadap peredaran miras.
“Tidak ada tempat bagi kekerasan di masyarakat dan kami tidak akan tinggal diam hingga semua pelaku menerima hukuman yang setimpal. Kami tegaskan, jangan sampai hilangnya kepercayaan pada aparatur negara memaksa kami untuk bertindak sendiri di luar koridor hukum,” pekik Ketua GP Ansor DIY, Abdul Muiz selaku koordinator umum aksi dalam orasinya di Mapolda DIY, Sleman saat itu.
Kalimat ‘Yogyakarta darurat miras’ hingga ‘Jogja darurat miras’ pun menggema pula di media sosial. Beberapa di antaranya bahkan menyertakan video dugaan kartel di balik maraknya peredaran miras di wilayah Yogyakarta dan sekitar nya itu.
Pada Jumat, 20 September 2024, PW Muhammadiyah, PW Nahdlatul Ulama dan Majelis Ulama DIY mengeluarkan pernyataan sikap bersama meminta ketegasan pemda menutup gerai-gerai penjualan miras.
Mereka mendesak pemerintah menegakkan peraturan daerah (Perda) terkait pelanggaran terhadap peredaran miras, serta mendorong DPRD kota/kabupaten di DIY mengevaluasi Perda tentang miras, supaya makin ketat sehingga tak lagi mengancam akhlak dan masa depan generasi bangsa.
“Hadirnya toko minuman keras di DIY semakin merebak. Berdirinya toko miras di DIY bak cendawan di musim hujan. Di kampung yang dulu dikenal dengan kampung santri, toko miras juga mulai berdiri. Salah satu dampak buruk adalah mudahnya membeli miras bagi pelajar sekolah. Membeli miras di DIY semudah membeli es teh di angkringan,” demikian bunyi pernyataan sikap yang dibacakan oleh Ketua MUI DIY, Machasin, September lalu.
Miras bahkan jadi salah satu topik utama debat publik pemilihan wali kota-wakil wali kota Yogyakarta atau Pilkada 2024.
Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Selasa kemarin menyatakan telah memerintahkan para kepala daerah di kabupaten/kota untuk menyusun aturan guna mengendalikan peredaran minuman keras atau miras.
Salah satu yang diatur lewat rancangan peraturan nanti, menurut Sultan adalah penjualan miras secara daring sehingga peredaran minuman beralkohol hingga ke pelosok-pelosok kelurahan bisa dikendalikan.
Sehari berselang, Instruksi Gubernur (Ingub) DIY Nomor 5/2024 tentang Optimalisasi Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol terbit dan diteken oleh Sultan, Rabu (30/10).
Pada poin kedua Ingub, para kepala daerah diminta memastikan bahwa kegiatan peredaran, penjualan, dan/atau penyimpanan minuman beralkohol sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan itu meliputi harus sudah berizin dan beroperasi sesuai dengan perizinan yang dimiliki; tidak dilakukan di tempat-tempat yang dilarang dan tidak melanggar jarak minimum; dilarang menjual minuman beralkohol kepada konsumen berusia kurang dari 21 tahun.
“Penjualan minuman beralkohol dilarang dilakukan secara dalam jaringan (daring), termasuk di dalamnya dilarang dilakukan dengan sistem layanan antar (delivery service),” demikian bunyi poin kedua huruf e.
Sementara, bunyi poin lainnya meliputj arahan bagi kepala daerah untuk menginventarisasi penjual miras di wilayah masing-masing.
“Melakukan inventarisasi terhadap penjual langsung, pengecer, produsen, importir terdaftar minuman beralkohol, distributor, sub distributor, toko bebas bea, maupun pelaku usaha lain yang melakukan kegiatan peredaran, penjualan, dan/atau penyimpanan minuman beralkohol,” bunyi poin pertama Ingub itu.