Garuda Media News

Media Informasi dan Edukasi Masyarakat

NUSANTARA OPINI POLITIK SOSIAL

Aksi Demo dan Penjarahan Semakin Meluas, Pengamat Minta Prabowo Copot Kapolri dan Reshuffle Kabinet !

Berbagi Informasi

Gelombang demonstrasi dan penjarahan rumah elit politik serta pejabat publik terus meluas. Setelah rumah anggota DPR Ahmad Sahroni, Eko Patrio, dan Uya Kuya menjadi sasaran, kini rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani juga dikabarkan dijarah pada Minggu 31 Desember 2025 dini hari.

Fenomena ini, menurut pengamat politik dan militer Selamat Ginting, menunjukkan krisis legitimasi yang serius di pemerintahan dan DPR.

Dalam siniar di kanal YouTube Hersubeno Point dikutip Minggu 31 Desember 2025 Ginting menyatakan bahwa kekacauan ini adalah dampak dari akumulasi ketidakpuasan rakyat terhadap elite negara yang dinilai tidak peka dan korup.

Menurutnya, negara tidak lagi membutuhkan seremoni yang gegap gempita dengan angka-angka kepuasan yang dipoles, melainkan tindakan nyata dari para pemimpin.

Gelombang demonstrasi yang menyebar di sejumlah kota, termasuk Jakarta, Bandung, dan Makassar, membawa tuntutan yang kini tidak lagi hanya ditujukan kepada pemerintahan lama. Ginting menyebut tuntutan publik kini mengarah langsung kepada Presiden Prabowo.

“Tuntutan publik nantinya diarahkan bukan lagi kepada pemerintahan yang lama, justru kepada Presiden Prabowo,” katanya.

Publik menuntut tindakan konkret, seperti pencopotan Kapolri Listyo Sigit Prabowo, reshuffle kabinet, dan penuntasan kasus-kasus korupsi yang belum terselesaikan. Ginting menilai, pernyataan Prabowo yang memerintahkan penindakan tegas terhadap pelaku anarkis justru bertentangan dengan harapan publik.

“Kalau tidak ada tindakan tegas mencopot kapolri, aparat bisa juga malah makin represif,” ujar Ginting.

Menurutnya, jika Prabowo tidak mengambil langkah politik nyata, ia akan hidup dalam “ilusi politik” dan kepercayaan publik yang mencapai 80% akan runtuh lebih cepat dari yang dibayangkan.

Gaya Hidup Hedonis dan Arogansi Elit Pemicu Kemarahan

Ginting menyebutkan bahwa kemarahan publik dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari tunjangan fantastis anggota DPR, ucapan-ucapan yang tidak pantas dari elit eksekutif maupun legislatif, hingga gaya hidup hedonis yang dipamerkan di tengah krisis ekonomi.

Ia menyoroti bagaimana istana kepresidenan di era sebelumnya dijadikan “panggung joget-joget” dan tidak lagi memiliki nuansa sakral.

“Kemarahan-kemarahan rakyat terhadap DPR, terhadap pemerintah juga menjadi berlipat ganda,” jelas Ginting.

Ia juga menggarisbawahi bahwa insiden tewasnya driver ojol Afan Kurniawan menjadi pemicu atau letupan dari kemarahan yang telah terpendam selama 10 tahun terakhir, di mana polisi “seperti dianakemaskan” oleh rezim sebelumnya. Hal ini membuat kebencian terhadap aparat semakin tinggi.

Aparat Keamanan dan Geng Solo dalam Pusaran Masalah

Ginting melihat bahwa kepolisian, yang seharusnya menjadi pelayan dan pelindung rakyat, kini justru dianggap sebagai musuh. Ia menyebut polisi berada di persimpangan jalan dan bahkan tidak bisa lagi hadir di lapangan tanpa memicu kemarahan massa.

“Polisi bisa dibilang tidak bisa lagi hadir di lapangan karena mereka akan menjadi musuh rakyat,” tegasnya.

Ia juga menuding adanya “geng Solo” yang berusaha mempertahankan kekuasaan. Menurutnya, jika Presiden Prabowo Subianto tidak mampu mengendalikan “geng Solo,” maka situasi akan semakin memburuk dan instabilitas akan semakin parah.

LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *