Propam memeriksa 18 personel anggota Polri yang menjadi operator senjata pelontar menyusul terjadinya tragedi Stadion Kanjuruhan Malang.
Diketahui, dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, terdapat ratusan korban jiwa dan luka-luka.
Dalam peristiwa tersebut, beredar kabar di sosial media bahwa anggota Polri yang melakukan pengamanan melontarkan gas air mata sehingga membuat ribuan penonton panik.
Ada 18 polisi yang diperiksa terkait prosedur pengamanan saat terjadi kericuhan di stadion Kanjuruhan Malang usai pertadingan Arema FC vs Persebaya.
Pemeriksaan kepada anggota Polri tersebut dilakukan oleh tim dari Itsus dan Propam.
“Tim dari pemeriksa Bareksrim secara internal dari Itsus dan Propam melakukan pemeriksaan anggota yang terlibat langsung dalam pengamanan,” ungkap Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo, Senin (3/10/2022) dikutip dari PMJ News.
“18 orang anggota yang bertanggung jawab atau operator senjata pelontar didalami Itsus dan Propam,” tuturnya.
Selain itu, tim Itsus dan Propam juga akan mendalami terkait masalah SOP pengamanan pertandingan.
“Juga mendalami terkait masalah manajerial pengamanan, mulai pangkat perwira (pertama) sampai pamen,” ujarnya.
Dedi menambahkan, dari laboratorium forensik (Labfor) Polri juga menganalisa titik-titik lokasi CCTV di sekitar stadion.
“Kemudian dari labfor juga mulai tadi malam dan hari ini juga masih bekerja mendalami dan menganalisa 32 titik CCTV yang ada di sekitar Kanjuruhan dan beberapa lokasi. Kemudian juga melakukan analisis terhadap 2 DVR,” terangnya.
Peristiwa memilukan di stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang terjadi saat tuan rumah Arema FC tumbang di tangan musuh bebuyutannya, Persebaya Surabaya dengan skor 3-2.
Pertandingan berjalan seru dengan jual beli serangan dari kedua tim.
Namun diakhir pertandingan, Arema FC yang banyak menyerang tak mampu mengubah keadaan dan skor tetap 3-2.
Beberapa penonton nekat masuk usai pemain dan pelatih Arema FC memberikan hormat pada penonton.
Masuknya beberapa penonton diikuti penonton lainnya yang akhirnya ribuan penonton berada di lapangan.
Keramaian tersebut memicu kerusuhan hingga memakan ratusan korban jiwa di dalam Stadion Kanjuruhan.