Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga meyakini duet Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Pilkada DKI 2024 bukan barang mustahil.
Dua nama itu kini masuk dalam bursa calon Pilgub DKI. Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh telah memberi sinyal bakal mengusung Anies di Jakarta. Sementara, nama Ahok masuk dalam bursa calon gubernur seperti disebut Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto beberapa waktu lalu.
Jamiluddin menilai duet keduanya akan sulit memiliki lawan tanding. Menurut dia, baik Anies maupun Ahok sama-sama memiliki basis massa yang kuat hingga saat ini.
“Saya relatif yakin kalau dua ini bisa mendorong pengikutnya dan mereka bersatu, saya pikir secara politis tentu tidak terlalu sulit mereka mendapat dukungan warga Jakarta,” kata Jamiluddin saat dihubungi, Sabtu (4/5).
“Saya yakin satu putaran akan bisa mereka lalui,” imbuhnya.
Lalu, seberapa besar peluang keduanya bisa bersatu, mengingatkan mereka sama-sama pernah bersaing di Pilgub DKI 2017?
Jamiluddin tak menampik Ahok dan Anies ibarat air dan minyak yang sulit disatukan. Namun, dia berkaca pada dinamika politik elit yang begitu cair dan dinamis. Artinya, kata dia, selama elit bisa berkompromi, resistensi di tengah masyarakat dan pendukung tak sulit dihindari.
“Jadi, saya melihat peluang menyatukan Anies dan Ahok tetap terbuka selama pada elit, baik PDIP dan pendukung NasDem yang berniat mengusung Anies itu tidak memposisikan neraka sosok yang berseberangan,” katanya.
Kedua, Jamiluddin menangkap narasi kritik PDIP yang mulai melunak kepada Anies pasca Pilpres 2024. Terutama saat Anies dan Ganjar sama-sama berada di pihak yang kalah dari kubu Prabiwo-Gibran.
Jamiluddin memandang narasi kritik yang mulai melunak tersebut bisa menjadi pintu masuk komunikasi antara Anies dan Ahok. Apalagi, PDIP saat ini berada di posisi terpojok lewat hasil Pilpres 2024.
Oleh karenanya, cara yang bisa dilakukan PDIP salah satunya melalui koalisi pilkada. Langkah itu penting untuk mengurangi dominasi kubu Prabowo-Gibran.
“Iya, saya menangkap ada perubahan sikap petinggi PDIP terhadap Anies,” katanya.
Jamiluddin menuturkan peluang duet antara Anies dan Ahok juga bisa dimulai dengan sikap legawa PDIP. Menurut Jamil, meski Anies dan Ahok sama-sama sosok yang kuat, dia tak merasa duet keduanya mustahil.
Apalagi, jika PDIP bersedia menjadikan Ahok sebagai wakil Anies. Mau tidak mau, dia memandang Anies masih lebih kuat dibanding Ahok. Terlebih menyusul hasil pilpres lalu Anies masih unggul di Jakarta.
“Nah melihat hasil itu memang secara politis idealnya memang Anies yang menjadi DKJ satu, Ahok adalah DKJ dua,” katanya.
Namun, Jamiluddin tak menampik negosiasi peluang itu akan alot. Sebab, PDIP memiliki gengsi atas hasil pileg mereka di Jakarta. Oleh karenanya, Jamiluddin menilai peran PKS penting dalam wacana duet Anies-Ahok.
Menurut dia, dengan perolehan suara tertinggi di DKI dalam hasil pileg, PKS mampu mengangkat Anies dalam wacana duet tersebut. Jamiluddin memandang pilihan PKS untuk kembali mengusung Anies lebih masuk akal ketimbang mereka mengusung kadernya sendiri untuk maju.
Sebab, hingga saat ini, kata dia, PKS belum memiliki sosok kuat yang bisa dicalonkan apalagi untuk menyaingi Anies.
“Mereka bilang politik itu dinamis. Artinya, mereka akan patuh dengan siapa yang berpeluang menang. Kalau kita mau jujur kader-kader PKS suara pileg bagus. Tapi kalau untuk jadi gubernur mereka akan kesulitan untuk bersaing dengan tokoh-tokoh lain,” katanya.