Ada Potensi 3 Poros Koalisi pada 2024, di Balik Pertemuan SBY dan Surya Paloh !
Jakarta – Pertemuan antara Ketua Umum Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh bukan pertemuan biasa antara elite partai. Pertemuan itu dinilai membuka kemungkinan terbentuknya poros baru di Pemilu 2024.
Pertemuan itu paling tidak dianggap sebagai sinyal politik memasuki tahapan awal Pemilu dan Pilpres 2024 yang akan dimulai 14 Juni mendatang. Bahkan, keduanya juga disebut menunjukkan sinyal keretakan di tubuh koalisi partai pemerintah.
“Jika partai oposisi sudah berkomunikasi langsung dengan partai-partai pemerintahan, itu mengonfirmasi sudah pecahnya koalisi pemerintahan saat ini,” ujar dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina A. Khoirul Umam.
SBY mengunjungi Paloh di NasDem Tower yang menjadi kantor DPP NasDem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu (5/6) malam. SBY ditemani putra sulungnya sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Pertemuan itu berlangsung selama tiga jam mulai pukul 19.00 sampai 22.00 WIB.
Masing-masing pihak telah membantah pertemuan itu menjadi sinyal koalisi untuk 2024. Baik pihak NasDem maupun Demokrat, menyebut pertemuan itu hanya kunjungan balasan karena Paloh sempat menjenguk SBY saat menjalani perawatan di AS hingga akhir Desember 2021 lalu.
“Masih panjang, enggak usah pagi-pagi [bahas koalisi]. Ini baru tahun 2022, pemilunya [masih] 2024,” ujar Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Hinca Panjaitan kepada wartawan, Senin (6/6).
Meski demikian, pertemuan SBY dan Paloh tetap tidak bisa dipandang biasa. Umam menilai pertemuan tersebut membuka kemungkinan koalisi kedua partai, yang di sisi lain, juga menunjukkan sinyal keretakan antara PDIP dan Presiden Joko Widodo.
Menurut Umam, Demokrat dan NasDem kini tengah mencari titik keseimbangan baru di tengah sinyal keretakan hubungan antara Jokowi dan Partai Banteng. Sinyal keretakan itu terutama ditunjukkan setelah Jokowi menghadiri Rakernas relawannya, Projo.
Pidato Jokowi dalam acara tersebut menjadi sinyal dukungannya kepada Ganjar. Pernyataan itulah yang disebut-sebut membuat Partai Banteng geram. Sebab, PDIP hingga kini belum menunjukkan sinyal kepada Ganjar dan justru lebih memilih Puan Maharani.
Oleh karenanya, menurut Umam, posisi Demokrat dan NasDem membuka kemungkinan poros koalisi ketiga setelah Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan PDIP.
“SBY, AHY, dan SP tampak mencoba mencari titik keseimbangan baru, agar tercipta alternatif kepemimpinan nasional baru di luar dua arus pecahan koalisi pemerintahan saat ini,” kata dia.
Peta Poros Koalisi 2024
Umam menyebut saat ini setidaknya ada tiga hingga empat poros koalisi di menit-menit awal jelang tahapan Pemilu 2024. Pertama, poros tunggal PDIP yang memiliki suara terbanyak di koalisi pemerintah.
Menurut Umam, PDIP memang mengejar target internal mereka untuk menjadi partai penguasa hingga 30 tahun.
Kedua, poros KIB yang dideklarasikan Golkar, PAN, dan PPP. Umam menyebut KIB berpotensi kuat menjadi kendaraan politik Jokowi dan relawannya untuk mendukung Ganjar. Terlebih usai kehadiran Projo di acara Silatnas KIB pada Sabtu (4/6) malam lalu.
Di sisi lain, jika sinyal keretakan Jokowi-PDIP benar, KIB juga berpotensi kuat menjadi alat untuk menyelematkan sejumlah proyek strategis Jokowi, seperti Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, termasuk Gibran, putranya dan menantunya Bobby Nasution yang duduk di kursi wali kota.
“KIB merupakan kendaraan perang yang dibentuk Presiden Jokowi untuk mengantisipasi jika jagoannya, Ganjar Pranowo, akhirnya ditolak oleh PDIP dalam kontestasi Pilpres 2024 mendatang,” ucap Umam.
Sementara poros ketiga, boleh jadi akan diusung NasDem dan Demokrat, terutama usai pertemuan SBY dan Paloh. Poros terbuat juga membuka kemungkinan PKB dan PKS untuk bergabung.
Lalu keempat, merupakan poros alternatif yang bisa dibentuk Gerindra. Poros ini terbentuk hanya jika Gerindra tidak berkoalisi dengan PDIP. Gerindra bisa menjadi poros koalisi dengan menawarkan komposisi Prabowo-Salim Segaf (Gerindra-PKS) atau Prabowo-Cak Imin (Gerindra PKB).
Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai potensi koalisi antara Demokrat dan Nasdem di Pilpres 2024 hanya bisa terjadi jika saling menguntungkan. Sebab, koalisi partai lazimnya memang hanya bisa terbentuk dengan kepentingan yang sama.
Adi mengungkapkan sejumlah kepentingan keduanya, yakni sosok capres yang diusung diterima kedua pihak dan capres yang diusung berpotensi kuat akan menang.
Terlebih, katanya, jika melihat rekam jejak Nasdem yang dua kali menang dengan mendukung Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019. Begitu pula dengan Demorkat setelah 10 tahun puasa dari kemenangan.
“Dua variabel ini yang kemudian sedikit banyak akan bisa menjelaskan apakah koalisi poros Nasde-Demokrat akan terwujud atau tidak,” kata dia, Selasa (7/6).
Adi menyebut tiga nama yang berpotensi kuat bakal diusung Nasdem dan Demokrat jika berkoalisi. Mereka masing-masing Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Andika Perkasa.
Ketiganya diketahui juga masuk dalam daftar capres terfavorit merujuk sejumlah hasil survei dengan mengeliminasi Prabowo Subianto yang akan didukung partainya, Gerindra.
Sedangkan, nama Ganjar masuk dengan skenario tak akan diusung PDIP. Sementara nama Andika Perkasa menguat dalam beberapa waktu terakhir bahkan mengeliminasi Erick Thohir yang sempat santer masuk bursa pencalonan.
Andika menurut Adi berpotensi kuat untuk merendam dominasi Prabowo yang memiliki basis kuat di militer. Terlebih, Gerindra hingga kini masih bulat untuk mengusung Menteri Pertahanan Jokowi tersebut.
“Artinya Nasdem misalnya atau Demokrat, masih membuka peluang Ganjar itu tidak diusung oleh PDIP,” katanya.