Vonis mati telah dijatuhkan Majelis Hakim terhadap mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Lantas, bagaimana vonis Ferdy Sambo jika dikaitkan dengan aturan terkait pemberian hukuman mati yang diatur dalam KUHP baru?
Pengacara kondang Hotman Paris menjelaskan, dalam KUHP baru yang berlaku tahun 2025, terdakwa harus diberikan kesempatan 10 tahun penjara terlebih dahulu sebelum diputuskan menjalani hukuman mati.
Jika terdakwa itu berkelakuan baik, maka hukuman mati yang dijatuhkan Majelis Hakim bisa kembali dipertimbangkan. Sehingga, besar kemungkinan hukuman yang diterima terdakwa vonis mati akan berkurang.
“Di pasal 100 disebutkan seseorang terdakwa yang dijatuhkan hukuman mati, enggak bisa langsung dihukum mati. Harus dikasih kesempatan 10 tahun, apakah dia berubah berkelakuan baik,” kata Hotman dikutip Selasa, 14 Februari 2023.
Hotman kemudian menyinggung penilaian kelakuan baik terkait pemberian vonis mati. Kata dia, surat kelakuan baik dari Kepala Lembaga Permasyarakatan (Lapas) akan semakin mahal jika pertimbangan hukuman mati salah satunya didasari atas kelakuan baik terdakwa.
Menurut Hotman, akan banyak terdakwa dengan vonis mati berlomba-lomba untuk mempertaruhkan segalanya demi surat kelakukan baik tersebut.
“Yah, nanti makin mahal deh surat keterangan kelakukan baik oleh kepala lapas penjara. Daripada dihukum mati, orang berapapun (bayar) bakal mau. Mau mempertaruhkan apapun untuk mendapatkan surat keterangan kelakukan baik dari kepala lapas penjara,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman mati terhadap mantan Kepala Divisi Propam Polri, Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.