Fakta Tentang Rwanda yang Disebut Sebagai Negara Terbersih di Dunia, Meski Bukan Negara Maju !
Rwanda, salah satu negara di Afrika Tengah, disebut-sebut sebagai negara terbersih di dunia. Pada 2018, kepala Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Eric Solheim, mengatakan ibu kota Rwanda, Kigali, merupakan “kota terbersih di planet ini” lantaran sampah nyaris tak terlihat di jalanan.
Pada 2022, blogger Drew Binsky, yang telah mengunjungi 197 negara di dunia, juga menempatkan Rwanda sebagai sebagai negara terbersih di dunia, di depan Singapura.
Julukan ‘terbersih’ ini bukan tanpa alasan. Pemerintah Rwanda memiliki kebijakan yang membuat warganya bersih-bersih secara sukarela dalam kegiatan yang dikenal sebagai Umuganda.
Umuganda adalah kegiatan bersih-bersih yang berlangsung setiap hari Sabtu terakhir setiap bulan.
Seluruh warga Rwanda yang sehat dan berusia 18-65 tahun diwajibkan berpartisipasi dalam proyek perbaikan masyarakat, di antaranya membersihkan jalan, memperbaiki fasilitas umum, dan membangun rumah bagi kaum rentan.
Seluruh warga diminta melakukan kegiatan ini mulai pukul 08.00 pagi sampai pukul 11.00 pagi.
Dirjend Kementerian Pemerintah Daerah, Richard Kubana (41), menjelaskan tujuan utama Umuganda yaitu menyelesaikan masalah masyarakat terkait pemeliharaan infrastruktur.
Menurut dosen di Departemen Ilmu Politik dan Hubungan Internasional Universitas Rwanda, Ismael Buchanan (47), Umuganda memiliki arti “kebersamaan untuk tujuan bersama.”
Inisiatif ini telah ada sejak 1962 ketika Rwanda memperoleh kemerdekaan, dan menjadi program mingguan pemerintah pada 1974.
Umuganda sempat terhenti selama peristiwa genosida pada 1994 yang menargetkan Tutsi. Pemerintah baru memperkenalkan kembali Umuganda setelahnya untuk membangun kembali bangsa dan memelihara identitas nasional.
Di sektor Nyamirambo, Kagali, seluruh aktivitas harus dihentikan pada pagi hari Umuganda.
Seorang pria dengan rompi keselamatan berkeliaran di jalanan dan menginstruksikan warga untuk bersih-bersih melalui megafon.
Orang-orang Rwanda lantas keluar dari rumah dengan garukan daun dan karung, menuju daerah yang telah ditentukan.
Kariannda Hadjei (47), kepala lingkungan Biryogo, mengawasi kegiatan Umuganda di desanya tersebut.
“Umuganda dibutuhkan untuk pembangunan negara. Ini adalah kewajiban dan tanggung jawab warga Rwanda,” kata Hadjei.
Dia mengatakan hukum Rwanda menyatakan bahwa siapa pun yang melewatkan Umuganda tanpa alasan yang sah dapat didenda 5.000 franc Rwanda (RWF) atau sekitar Rp61 ribu.
Umuganda sendiri dilakukan hingga ke tingkat umudugudu, struktur administrasi yang dikenal sebagai sel. Setiap sel terdiri dari beberapa desa.
Umudugudu adalah bagian dari sistem administrasi yang lebih besar di Kigali. Kota ini terdiri dari tiga distrik yang dibagi menjadi 35 sektor. Dalam sektor-sektor ini, ada total 161 sel.
“Kami melakukan Umuganda di tingkat sel dan desa karena semua orang saling mengenal. Maka sangat mudah untuk mengidentifikasi siapa yang tidak hadir,” kata Kubana.
Tidak hanya untuk menjaga kebersihan, Umuganda juga sering dipakai untuk menyelesaikan persoalan sosial atau perselisihan warga.
Di desa Mudugudu, pemimpin desa Gartete Ahanedy (50) memimpin tanya jawab pasca-Umuganda di mana ia membuat pengumuman dan menengahi perselisihan di antara penduduk desa.
“Jika ada masalah, kami membahasnya di sini. Maka kita tidak perlu menulis surat kepada pemerintah dan menunggu mereka membantu,” ucapnya.
Setelah kerja dan bermusyawarah, penduduk desa akan merayakannya sambil menikmati makanan dan minuman.
Menurut Kubana, 80 hingga 90 persen pemuda Rwanda mengikuti kegiatan Umuganda. Menurut Rwanda Governance Scorecard untuk tahun 2022, 97,3 persen warga berpartisipasi dalam Umuganda.
“Kami bahkan tidak perlu mendenda mereka atau menghukum mereka. Pendekatan yang kami gunakan sekarang hanyalah mobilisasi dan mencoba mengajari mereka pentingnya kesukarelaan,” ucap Kubana.